Tembang Kidung Ketoprak Sandur Madura

Slanget
Senga'-senga' anak potoh
Tadek maleng e kasogi
Mon dhulat bunga sakejje'
Mon palang etangkel oreng
Tak etemmoh babatangngah
Balanah posang asareh
Bheras maras sampek colgem
Mak colgem ekakan seset
Seset mera sampek celleng
Ma' celleng polana ecokeb
Dingding kerrep sampek rang-rang
Ma' rangrang polanah ejemmor
Dalam Bahasa Indonesia  :
Camkanlah wahai anak cucu
Tidak ada pencuri yang kaya raya
Kalaupun beruntung hanya sementara saja
Kalu akan sial di pukuli orang
Mati tidak ditemukan mayatnya

Keluarganya susah mencari
Beras padat berisi sampai cekung
Cekung karena dimakan capung
Capung merah sampai hitam
Hitam karena ditutup dalam kurungan
Dinding yang rapat sampai jarang
Jarang karena dijemur

          Menyimak isi syair pada tembang tersebut ada beberapa pelajaran yang dapat diambil. Isi bait yang pertama adalah Unsur Pendidikan, pendidikan yang disampaikan kepada Masyarakat Madura kepada generasi penerusnya ini, berisikan penanaman budi pekerti sejak dini. Lantunan syair-syair dalam pementasan Kethoprak Sandur, merupakan suatu metode bagaimana cara mengajarkan kepada generasi penerusnya agar menjadi orang baik,bukan menjadi pencuri atau kontek yang lebih besar disebut "koruptor".
Dalam prinsip orang Madura tidak ada pencuri atau koruptor yang kaya raya (dalam arti hakiki). Seorang koruptor tidak akan dapat merasakan kebahagiaan sejati dalam hidupnya, yang ada hanyalah kebahagiaan semu yang bersifat sesaat. Apabila bernasib sial, maka seorang pencuri atau koruptor akan dipukuli bahkan dibunuh orang,mayatnya bisa jadi tidak diketemukan dan seluruh anggota keluarga dibuat susah dan dibuat sengsara hidupnya. Begitulah yang terdapat pada tembang bait pertama tersebut. Apabila dikaji dengan seksama maka pada bait pertama merupakan rangkaian kata mengandung arti denotatif . Sedangkan bait yang kedua mengandung konotatif yang didalamnya terkandung arti kiasan. Kemudian, apabila dikaji pada bait kedua sulit dipahami apa arti sesungguhnya yang terkandung dalam syair tersebut. Pada bait kedua merupakan rangkaian kata-kata yang sarat dengan metafor-metafor, yang menyiratkan isyarat  kebolehjadian dari realitas kehidupan yang berisikan simbol-simbol aktifitas keseharian Masyarakat Madura ( pada masa itu bahkan masa kini).
          Penulis mencoba menanyakan kepada pemain apa sesungguhnya arti dari syair bait kedua. Dengan jujur ia tidak mengetahui secara pasti apa maksud syair tersebut. Menurut asumsi penulis, arti dari syair pada bait kedua tersebut berisi nasehat bagaimana generasi harus banyak belajar dalam kehidupan ini,suka bekerja keras,pantang menyerah,bersikap tegas,teguh dalam pendirian dan kokoh dalam memegang janji. Hal ini sejalan dengan tulisan Sadik dalam buku Sangkolan Madura berkaitan dengan beberapa peristiwa di masa silam. Dalam buku tersebut ada salah satu pesan Kyai Pademawu kepada anak angkatnya Banyak Wedi dan dan kakak kandung nya Jokotole ketika hendak berangkat ke Kerajaan Majapahit untuk membantu bapak angkat Jokotole yaitu Mpu Kelleng,untuk mendirikan pintu gerbang Kerajaan Majapahit.
Isi pesan Kyai Pademawu adalah  :

Ba'na sateya bakal entarra da' kennengan se reng-oreng laen se adahddha' bi' oreng Madhure.
Mela dari jareya be'na kaduwa pate-ngate je' kor acaca, sabab ca'na oreng Madhura bileh copa reya mon la gheggher ka tana ta' ning ejilet pole.Bariya keya mon oca' la ekoca' aghi ta' kera kenneng emaso' agih pole ka colo', deddhi sabelumah e koca'agi moste epekker ghellu, ba'na kaduwa je' pang-gempang ajhanji ka oreng,sebab
mon ba'na ta' nekkane ka jhenjinah jareya be'na andi' otang ben oreng se ajhenji ba'na buruh paggun ngareb ka jhenjinah ba'na.

Dalam Bahasa Indonesia  :
  Sekarang kamu bakal pergi ketempat orang-orang yang bersikeras terhadap orang Madura.Maka dari itu kalian berdua harus berhati-hati jangan asal bicara,sebab menurut orang Madura apabila ludah telah jatuh ketanah tidak dapat ditelan kembali. Demikian juga apabila perkataan telah diucapkan tidak dapat dimasukkan lagi kedalam mulut.Jadi sebelum diucapkan harus dipikir terlebih dahulu,kalian berdua tidak boleh mengobral janji kepada orang, sebab apabila tidak dapat memenuhi janji, maka kamu tetap memiliki hutang dan orang yang terlanjur diberi janji akan tetap mengharapkan janjimu.
Kemudian, Kyai Pademawu melanjutkan nasihatnya kepada Banyak Wedi dan Jokotole :
Parloh keyah be'na kaduwa ngenga'en je' arebbhu' tengka, lakona be'na lakone pateppa' jha' ngala' lakonah oreng bhan jhe' nyatat nyale dhi' andhi'na oreng laen, sebab bedhe tello' perkara se maste jhegeh iya areya,jhile,adhet bhen tatengka'an, bariya kiyah bedeh tello' perkara se masteh ka'andi', iya areya bhate' esto, ate jhujur bhen ateh socceh. Serta pole tello' perkara se kodhu ejheuwi iya ariya, bate' tegaan, mamaba ka oreng laen kanthos bhadanna ta' ajhi, serta jhe' biasa'aghi amostaellaghi bhereng se nyata. Tello' perkara pole se kodhu be'na elakowaghi iya areya be'na maste arembheg pa-apa se elakona be'na mon lalakon bhuru, ollena eguna'aghiye ka oreng bennya', bhen mon alalakon jha' dus-garudus ma'le ollena esak, serta mon alalakon bi' oreng bennya' ta' olle reb-sakareb, lakonah oreng bhareng se onggu-onggu. Bariya keya ajjhe' kaloppae tello'  perkara pole, tatengk'an se mesteh epeyara iya areya, bakto, pesse, ban kasehaden, tello' parkara se kodhuh ehormadhi iya areya amor, dhang-ondhang, ban aghama..ella mara dhulih mangkat mandar bhe'na kaduwa salameddha kantos dhepa' ka se tojju.
Dalam Bahasa Indonesia :
Perlu juga kalian berdua kalian ingat, tidak perlu berebut pekerjaan . Pekerjaanmu kerjakan sebaik-baiknya dan jangan mencela milik orang lain, sebab ada tiga perkara yang harus dijaga yaitu : Lidah, adat dan tingkah laku. Demikian juga ada tiga perkara yang harus dimiliki yaitu : rasa belas kasih, hati yang jujur dan hati yang suci. Juga ada tiga perkara yang harus dijauhi yaitu : Tidak memiliki sikap peduli, merendahkan orang lain sehingga dirinya dirinya tidak ada harganya, serta jangan membiasakan diri meniadakan barang yang sudah jelas ada. Ada tiga perkara juga yang perlu kamu lakukan yaitu : Kamu harus berembuk terhadap apa yang ingin dilakukan kemudian baru dikerjakan, hasil dari pekerjaan tersebut harus dapat memberikan manfaat bagi orang banyak tidak boleh sekehendak hati. Lakukan bersama-sama dengan penuh rasa persatuan. Demikian juga jangan lupa tiga perkara, pekerjaan yang harus dipelihara adalah waktu, uang dan kesehatan dan yang paling akhir yang harus di hormati yaitu : Umur, undang-undang (baca : peraturan)dan ..agama. Ayo segera berangkat, semoga kalian berdua selamat hingga berhasil ketempat yang dituju.

         Itulah beberapa nasehat orang tua kepada generasi penerusnya sebagai bekal untuk mengarungi samudra kehidupan, baik dalam aspek agama, sosial, perjuangan maupun pengabdian kepada bangsa dan negara. Dalam peribahasa Madura nasehat tersebut dikenal dengan sebutan Oca' se tello' (Madura : Ucapan yang tiga), karena nasehat tersebut terdiri dari tiga ucapan yang mengandung tiga maka baik dalam aspek agama, moral, sikap dan perilaku dalam hubungannya dalam Tuhan, masyarakat, bangsa dan negara. Nasehat-nasehat tersebut seringkali disisipkan dalam pementasan Ketoprak Sandur atau dalam seni pertunjukan lain seperti ludruk misalnya.
          Dalam penelusuran data tentang pementasan Kethoprak Sandur baik didaerah Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep pada prinsipnya terdapat kesamaan yang membedakan antara daerah satu dengan daerah yang lainnya adalah dalam hal pengucapan dialog dalam setiap lakon-lakon cerita. Di daerah Sampang misalnya pengucapan dialog terkesan lebih atraktif dengan logat berbicara yang relatif lebih keras (Khas Madura) sedangkan didaerah Sumenep di ujung paling timur Pulau Madura, logatnya relatif lebih halus sebagaimana di Keraton Yogyakarta atau Surakarta (Di Jawa).
         Ketika ditanyakan bagaimana eksistensi Kethoprak Sandur saat ini, Kethoprak Sandur masih di jumpai di Kabupaten Pamekasan seperti di desa Kangean, Larangan Tokol atau Tlanakan, Nyelabuh dan Bugih sedangkan di Kabupaten lain seperti Bangkalan, Sampang (Ketapang)dan Sumenep diyakini sudah ada, hanya nama tempat dan desanya tidak diketahui Dalam perkembangannya saat ini, Kethoprak Sandur sudah sangat jarang, Fenomena ini boleh jadi akibat begitu banyaknya alternatif hiburan yang sangat impresif dan variatif, baik yang ditonton melalui layar televisi, maupun dari panggung-panggung seni pertunjukan lainnya.  Namun demikian, masih ada juga pementasan Kethoprak Sandur yang diadakan dalam acara-acara khusus seperti Remo atau Akarja (Madura : Hajatan) atau bisa juga khitanan dan pernikahan. Kethoprak Sandur biasanya dipimpin oleh seorang jawara yang disegani dan diyakini ilmu kesaktian demikian juga dengan pemain Kethoprak Sandur adalah orang-orang pilihan dalam arti memiliki ilmu Kanuragan atau ilmu bela diri yang cukup tinggi atau setidak-tidaknya untuk dapat bergabung dalam kelompok Kethoprak Sandur (pada saat itu) harus memiliki bekal bela diri dan amalan doa (di Jawa : Mantra-mantra).
        Biasanya setiap pemain dari penabuh Gamelan, Penari  Hingga Pemeran Cerita (aktor) sudah dibekali dengan mantra-mantra yang tujuan nya adalah untuk memproteksi serangan dari pihak musuh-musuhnya, baik dengan orang-orang yang tidak suka dengan Kethoprak Sandur tersebut maupun penjajah belanda pada saat acara tersebut dipentaskan. Dengan demikian pementasan Kethoprak Sandur pada waktu itu, benar-benar diliputi dengan nuansa sakral. Maka tidaklah mengherankan apabila pada saat pementasan berlangsung, mampu memunculkan motivasi semangat juang melawan penjajahan Belanda juga memicu berkobar nya jiwa patriotisme dari para penontonnya.
       Seiring dari perkembangan jaman, ketika penjajah Belanda sudah hengkang dari Bumi Madura, Kethoprak Sandur sudah mulai bergeser dari nilai-nilai kesakralan dan heroismenya ke seni pertunjukan yang bersifat hiburan belaka. Hal ini dapat dimungkinkan karena mulai berkembangnya seni pertunjukan lain yang bersifat profan dengan berbagai alternatif penampilan. Dalam perjalanannya, Kethoprak Sandur kemudian sering diundang untuk dipentaskan ketempat-tempat orang yang diindikasikan memiliki ilmu kanuragan yang di kalangan orang Madura di sebut "Bajingan" (Madura: Orang yang memiliki ilmu beladiri yang tinggi, pengaruh besar, kaya yang terkadang bisa berbuat baik tetapi juga berbuat jahat ) sehingga citra Kethoprak Sandur menjadi bias dari eksistensi awal keberadaannya.
         Dalam perkembangannya, pada saat pementasan Kethoprak Sandur berlangsung, kadangkala terjadi keributan antara penonton yang berujung kematian yang akibat perkelahian massal dengan menggunakan senjata tajam Celurit yang dikenal dengan istilah "Carok" (Madura: menggunakan senjata khas Madura yang disebut Celurit). Nilai sakral dan heroisme Kethoprak Sandur juga mulai bergeser karena pada saat hajatan dengan pementasan Kethoprak Sandur tersebut tidak jarang pula muncul arena judi dan mabuk-mabuk kan yang berujung berakhir pada perkelahian massal dan kematian.
         Setelah era 1980-an walaupun Kethoprak Sandur sudah jarang dipentaskan, namun ada juga yang mengundang nya untuk pementasan dalam acara hajatan tertentu seperti acara khitanan atau pernikahan misalnya, bahkan salah satu Tabbuhan (baca: iringan musik) dari Sandur saat ini sering juga digunakan untuk memberi semangat dan memeriahkan lomba Kerapan sape ( Kerapan Sapi).

Artikel Terkait :



1 komentar:

Anonim mengatakan...

Pretty nicе post. I juѕt stumbleԁ upοn your blog and wаnted
to say that I have tгuly loved surfing arоund yοuг blog posts.
Afteг all I will be subscribing in your rsѕ feeԁ anԁ I'm hoping you write once more very soon!

my web page - v2 cigs reviews

Posting Komentar